Perkembangan ekonomi bernafaskan Islam yang masif dewasa ini perlu mendapat perhatian lebih dari kalangan praktisi lahpun akademisi. Berangkat dari hal itu, tulisan ini sejatinya ingin mengawali kontribusi dari seorang akademisi yang tengah bergelut di dunia ekonomi Islam. Tulisan ini terinspirasi dari pemaparan seorang dosen pada mata kuliah Ekonomi Mikro Islam di konsentrasi Perbankan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berkembangnya ekonomi Islam menimbulkan pertanyaan besar, apakah ekonomi Islam hanya diperuntukan bagi orang Islam saja atau non-muslim pun bisa menerapkannya? Ekonomi Islam sejatinya bukan hanya diperuntukan bagi orang-orang yang beragama Islam saja. Lebih jauh, ekonomi Islam banyak digunakan oleh penganut agama lain yang meyakini “kebenaran” ekonomi Islam.
Secara praktis hal ini sudah banyak diterapkan, baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Bermunculannya institusi yang berlabelkan “syariah” entah itu bank, ataupun lembaga lainnya, bisa disebabkan oleh berbagai motif yang beragam. Motif ekonomi jelas merupakan salah satunya. Namun apakah salah jika motif ini yang digunakan? Asumsi penulis hal ini tidak salah sama sekali karena manusia pada hakikatnya hidup dengan motif ekonomi (homo economicus). Menjamurnya lembaga dengan label “syariah” sepatutnya disyukuri.
Namun demikian, rasa syukur yang melenakan juga tidak bisa dibenarkan. Rasa syukur yang timbul sejatinya dibarengi dengan rasa mawas diri. Apa pasal? Setiap badan yang berani menampilkan label syariah pada lembaganya, harus berani pula menerapkan aturan-aturan dan filosofi dasar menyangkut aspek syariah. Pada tahap ini perlu ada stressing point yang jelas bagaimana mensinergikan pertumbuhan lembaga ekonomi berlabel syariah dengan kualitas kesyariahannya sendiri. Jangan sampai satu aspek tengah berlari, namun hal lain berjalan tersendat. Ini yang tidak sinergis.
Ditinjau dari segi filosofis, ekonomi Islam yang berasaskan lima unsur, tauhid (ke-Tuhanan), khilafah (kepemimpinan), nubuwah (kenabian), adil, dan ma’ad (tujuan) tetap selaras bila digunakan oleh orang-orang non-muslim. Terkadang kita lupa, bahwa hal terpenting bukanlah untaian kata tersebut tapi bagaimana mengaplikasikan semua landasan ekonomi di atas dalam kehidupan berekonomi sehari-hari. Landasan-landasan di atas sudah jauh hari, seingat penulis, sejak di bangku SD pun sudah diajarkan dan sudah melekat kuat dalam benak kita. Namun yang menjadi permasalahan, apakah ada manfaat nyata dari pengetahuan tersebut? Ini menandakan bahwa pengetahuan keagamaan kita masih bersifat normatif.
Di sisi lain, seorang non-muslim bahkan tidak mengetahui apa itu Islam, namun dengan pemikiran rasionalitasnya ia memandang ekonomi Islam adalah ekonomi yang sejalan dengan nurani. Ia begitu tertarik dan menjungjung moralitas tinggi dalam berperilaku ekonomi. Konsep landasan ekonomi Islam pada hakikatnya terpenuhi dengan baik. Ia menyakini tuhan yang berlaku di agamnya, ia bertanggung jawab dengan kehidupan dan memiliki tanggung jawab juga terhadap lingkungan, ia bersikap adil dalam segala hal, ia pun memiliki kejujuran, kepercayaan, cerdas, dan komunikatif sebagaimana sifat kenabian, ia pun memiliki tujuan jelas dalam melakukan aktifitas ekonominya, apakah itu tidak mencerminkan bahwa universalitas ekonomi Islam sangat tinggi? Bahkan, bisa jadi seorang yang mengaku beragama Islam sejak lahir, tapi tidak peduli pada landasan ekonomi Islam dibanding non-muslim yang menjunjung tinggi moralitasnya yang sesuai dengan landasan ekonomi Islam.
Dari uraian tersebut dapat diambil benang merah, bahwa landasan ekonomi Islam pun sangat tepat untuk diterapkan dalam kehidupan ekonomi sehari-hari. Bahkan, mereka yang tidak mengetahui landasan ekonomi ini pada hakikatnya telah melaksanakan dengan baik prinsip-prinsipnya karena didorong oleh landasan moral yang kuat.
Hal ini pula yang menyebabkan ekonomi Islam khususnya bank syariah menjamur di seantero jagat, baik di negara muslim ataupun non-muslim. Yang menjadi PR kemudian adalah, mampukan generasi muda muslim membumikan ekonomi Islam dengan bekal keislaman yang sudah dipupuk sejak lahir? Mari kita lihat sama-sama! (*)
_______________________________


2 comments:
keren.. keren.. tapi mau kritik dikit, konsentrasi perbankan?? ada yang kurang tuh.. nanti ga' diaku mahasiswa fakultas syariah lho.. hehe..
setuju..
tpi kyknya klo prinsip tauhid ga bs sama deh cra penerapannya..
Post a Comment