Abad Milenium, Era Globalisasi
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan globalisasi? Siapakah pencetus globalisasi ini? Barangkali pertanyaan-pertanyaan seperti ini sepele namun merupakan hal fundamental untuk mengawali wacana globalisasi.
Selama ini globalisasi banyak difahami dalam urusan bisnis dan ekonomi semata. Term globalisasi seolah menyempit hanya sekedar milik ilmu ekonomi. Benar apa yang dipaparkan oleh Stiglitz bahwa globalisasi sebenarnya mencakup gagasan dan pengetahuan secara internasional, pemahaman budaya, munculnya kelompok dunia, masalah lingkungan global yang mendunia dan berbagai hal lainnya. Globalisasi berarti proses pen-dunia-an segala unsur kehidupan, dalam bahasa seorang kolega, dari hal remeh-temeh hingga yang aneh-eneh. Sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan sebagainya.
Pada hakikatnya, globalisasi memang didengungkan oleh kelompok kecil dunia yang terlibat dalam bisnis koorporasi, mereka adalah pebisnis kelas kakap yang menguasai percaturan bisnis dunia. Kelompok pebisnis ini jelas memiliki kepentingan dengan menggelontorkan ide globalisasi. Sumber daya alam yang menggiurkan di sejumlah negara berkembang menjadi magnet yang tidak bisa diabaikan. Bukan masalah kini, penting atau tidak globalisasi. Kenyataannya, arus globalisasi tengah kita arungi bersama. Yang menjadi persoalan, bagaimana ekonomi Islam yang tengah tumbuh ini menyambut arus globalisasi dengan siap.
Geliat Ekonomi Islam
Jika pada era 70-an ekonomi Islam merupakan bayi mungil yang baru terlahir, kini bayi tersebut tengah tumbuh seiring perkembangan zaman yang menuntutnya. Pertumbuhan ekonomi Islam atau di Indonesia lebih dikenal sebagai ekonomi syariah memang selalu signifikan dari tahun ke tahun (yoy). Perkembangan yang membanggakan di Indonesia memang masih kalah jauh dengan negara tetangga, Malaysia. Apalagi misalkan ada kabar bahwa pusat ekonomi Islam global saat ini ada di Inggris yang notabene bukan negara muslim.
Baiklah, sejatinya tulisan ini hendak memfokuskan diri pada ekonomi Islam di seluruh dunia, entah di negara muslim atau bukan. Geliat ekonomi Islam di seluruh dunia, baik di negara muslim, bahkan sekuler dan atheis pun perlu diapresiasi dengan sewajarnya.
Bermula dari munculnya sebuah bank yang dilandaskan pada non-riba di sebuah desa di India, ekonomi Islam kini tengah menjamur ke seluruh dunia. Tidak hanya negara muslim, negara non-muslim pun berbondong-bondong menggelutinya. Apa pasal? Setidaknya ada dua hal umum yang penulis garis bawahi menanggapi peristiwa ini. Pertama, ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi baru di dunia modern walaupun sebenarnya sistem ekonomi Islam sudah dikenal di dunia Islam sejak 14 abad yang lalu. Ekonomi Islam membawa harapan baru dengan sistemnya yang non-bunga. Kedua, di saat yang bersamaan, ekonomi kapitalis yang telah diperbaharui oleh Keynes dan terus ditaati hingga detik ini oleh sebagian besar negara di dunia tengah mengalami degradasi bahkan menurut sebagian kalangan tengah berada diambang keruntuhan. Sistem ekonomi kapitalis yang sudah “diragukan” ini membuat para ekonom di berbagai dunia berbondong-bondong mencari sistem ekonomi baru yang lebih menjanjikan, yaitu ekonomi Islam.
Baiklah, kembali ke ekonomi Islam. Pertumbuhan ekonomi Islam yang masif di seluruh dunia memang sangat perlu untuk diapresiasi. Inggris, bahkan menjadi pelopor sebagai negara pertama di Eropa yang berani membuka institusi pendidikan berbasiskan Islam (semacam Perguruan Tinggi) untuk mengembangkan sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi Islam. Singapura, negara satu rumpun dengan Indonesia, dengan PD-nya berani menyatakan bahwa dia adalah pusat ekonomi Islam di Asia Tenggara. Begitupun dengan beberapa negara di Timur Tengah yang menggunakan ekonomi Islam sebagai landasan ekonomi negaranya. Begitulah perkembangan ekonomi Islam yang sangat masif di berbagai negara di dunia.
Ekonomi Islam dan Globalisasi
Sangat menarik untuk disimak, bagaimana eksistensi ekonomi Islam di era globalisasi ini. Globalisasi di satu sisi bisa menjadi ancaman bagi ekonomi Islam yang sedang tumbuh. Namun, di sisi lain ekonomi Islam bisa lebih berkembang di era globalisasi ini dengan syarat bisa survive dan memahami tuntutan zaman.
Tantangan ekonomi Islam sebenarnya bukan hanya menumbuhkan ekonomi secara kualitatif tetapi bagaimana menjaga keislaman ekonominya itu sendiri. Perkembangan zaman kini, menuntut kedua hal tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Sebenarnya tulisan ini dimaksudkan untuk melatih naluri kepenulisan penulis. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Gufron Hidayat, mahasiswa konsentrasi Perbankan Syariah 2007, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan globalisasi? Siapakah pencetus globalisasi ini? Barangkali pertanyaan-pertanyaan seperti ini sepele namun merupakan hal fundamental untuk mengawali wacana globalisasi.
Selama ini globalisasi banyak difahami dalam urusan bisnis dan ekonomi semata. Term globalisasi seolah menyempit hanya sekedar milik ilmu ekonomi. Benar apa yang dipaparkan oleh Stiglitz bahwa globalisasi sebenarnya mencakup gagasan dan pengetahuan secara internasional, pemahaman budaya, munculnya kelompok dunia, masalah lingkungan global yang mendunia dan berbagai hal lainnya. Globalisasi berarti proses pen-dunia-an segala unsur kehidupan, dalam bahasa seorang kolega, dari hal remeh-temeh hingga yang aneh-eneh. Sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan sebagainya.
Pada hakikatnya, globalisasi memang didengungkan oleh kelompok kecil dunia yang terlibat dalam bisnis koorporasi, mereka adalah pebisnis kelas kakap yang menguasai percaturan bisnis dunia. Kelompok pebisnis ini jelas memiliki kepentingan dengan menggelontorkan ide globalisasi. Sumber daya alam yang menggiurkan di sejumlah negara berkembang menjadi magnet yang tidak bisa diabaikan. Bukan masalah kini, penting atau tidak globalisasi. Kenyataannya, arus globalisasi tengah kita arungi bersama. Yang menjadi persoalan, bagaimana ekonomi Islam yang tengah tumbuh ini menyambut arus globalisasi dengan siap.
Geliat Ekonomi Islam
Jika pada era 70-an ekonomi Islam merupakan bayi mungil yang baru terlahir, kini bayi tersebut tengah tumbuh seiring perkembangan zaman yang menuntutnya. Pertumbuhan ekonomi Islam atau di Indonesia lebih dikenal sebagai ekonomi syariah memang selalu signifikan dari tahun ke tahun (yoy). Perkembangan yang membanggakan di Indonesia memang masih kalah jauh dengan negara tetangga, Malaysia. Apalagi misalkan ada kabar bahwa pusat ekonomi Islam global saat ini ada di Inggris yang notabene bukan negara muslim.
Baiklah, sejatinya tulisan ini hendak memfokuskan diri pada ekonomi Islam di seluruh dunia, entah di negara muslim atau bukan. Geliat ekonomi Islam di seluruh dunia, baik di negara muslim, bahkan sekuler dan atheis pun perlu diapresiasi dengan sewajarnya.
Bermula dari munculnya sebuah bank yang dilandaskan pada non-riba di sebuah desa di India, ekonomi Islam kini tengah menjamur ke seluruh dunia. Tidak hanya negara muslim, negara non-muslim pun berbondong-bondong menggelutinya. Apa pasal? Setidaknya ada dua hal umum yang penulis garis bawahi menanggapi peristiwa ini. Pertama, ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi baru di dunia modern walaupun sebenarnya sistem ekonomi Islam sudah dikenal di dunia Islam sejak 14 abad yang lalu. Ekonomi Islam membawa harapan baru dengan sistemnya yang non-bunga. Kedua, di saat yang bersamaan, ekonomi kapitalis yang telah diperbaharui oleh Keynes dan terus ditaati hingga detik ini oleh sebagian besar negara di dunia tengah mengalami degradasi bahkan menurut sebagian kalangan tengah berada diambang keruntuhan. Sistem ekonomi kapitalis yang sudah “diragukan” ini membuat para ekonom di berbagai dunia berbondong-bondong mencari sistem ekonomi baru yang lebih menjanjikan, yaitu ekonomi Islam.
Baiklah, kembali ke ekonomi Islam. Pertumbuhan ekonomi Islam yang masif di seluruh dunia memang sangat perlu untuk diapresiasi. Inggris, bahkan menjadi pelopor sebagai negara pertama di Eropa yang berani membuka institusi pendidikan berbasiskan Islam (semacam Perguruan Tinggi) untuk mengembangkan sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi Islam. Singapura, negara satu rumpun dengan Indonesia, dengan PD-nya berani menyatakan bahwa dia adalah pusat ekonomi Islam di Asia Tenggara. Begitupun dengan beberapa negara di Timur Tengah yang menggunakan ekonomi Islam sebagai landasan ekonomi negaranya. Begitulah perkembangan ekonomi Islam yang sangat masif di berbagai negara di dunia.
Ekonomi Islam dan Globalisasi
Sangat menarik untuk disimak, bagaimana eksistensi ekonomi Islam di era globalisasi ini. Globalisasi di satu sisi bisa menjadi ancaman bagi ekonomi Islam yang sedang tumbuh. Namun, di sisi lain ekonomi Islam bisa lebih berkembang di era globalisasi ini dengan syarat bisa survive dan memahami tuntutan zaman.
Tantangan ekonomi Islam sebenarnya bukan hanya menumbuhkan ekonomi secara kualitatif tetapi bagaimana menjaga keislaman ekonominya itu sendiri. Perkembangan zaman kini, menuntut kedua hal tersebut.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Sebenarnya tulisan ini dimaksudkan untuk melatih naluri kepenulisan penulis. Semoga bermanfaat!
Artikel ini ditulis oleh Gufron Hidayat, mahasiswa konsentrasi Perbankan Syariah 2007, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

No comments:
Post a Comment